Monday, November 10, 2008

Comment on: Why IT Doesn’t Matter Anymore

z Based on, Why IT Doesn't Matter Anymore

By Nicholas G. Carr

06.11.2003, Harvard Business School, special to SearchCIO.com

IT masih tetap memegang peranan penting dalam menciptakan competitive advantage bagi perusahaan. Tetapi pada dasarnya, IT hanya akan tetap menjadi sebuah ‘tools’ yang tidak banyak memberikan impact pada business practices apabila tidak didukung dengan adanya relationship yang seimbang antara technology, business process, dan people sebagai penggerak inti dari IT itu sendiri. Mempergunakan teknologi informasi seoptimum mungkin berarti harus merubah mindset. Merubah mindset merupakan hal yang teramat sulit untuk dilakukan, karena pada dasarnya “people do not like to change”.

Kapan IT Matter? Dan kapan Doesn’t Matter?

Hal pertama yang perlu diperhatikan ketika perusahaan bermaksud menginvestasikan dananya untuk peralatan IT adalah menjawab pertanyaan, apakah IT nantinya akan berperan sebagai ‘darah’ yang harus ada dan menghidupi perusahaan, atau hanya sebagai pelengkap yang mempercantik ‘wajah’ perusahaan, dengan kata lain, tidak ada IT-pun perusahaan dapat tetap beroperasi dengan baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dengan baik, tentunya manajemen harus terlebih dahulu memahami dengan benar karakter bisnisnya, lingkungan usaha, dan sasaran pengembangan perusahaan ke depan.

Ketika IT sudah menjadi ‘darah’ dari aktivitas perusahaan, cukup sulit untuk memisahkannya dalam komponen biaya sebagai driver cost sehingga dapat diketahui dengan pasti seberapa besar kontribusinya bagi kinerja perusahaan. Selain itu kelaziman yang masih dianut, sejak rencana investasi tidak ada parameter yang diciptakan dan disepakati bersama oleh manajemen untuk mengetahui berhasil – tidaknya investasi IT, jika berhasil berapa besar, demikian pula jika gagal, berapa banyak. Ketiadaan parameter ukur inilah yang menyebabkan seolah – olah pemanfaatan IT tidak pernah optimal. Apalagi didukung oleh usia hidup (life cycle) peralatan IT yang cenderung makin singkat, sehingga ketika suatu investasi IT belum diangap kembali, namun harus membuat investasi baru lagi (untuk mengejar ketertinggalan) makin kuat saja anggapan manajemen bahwa investasi sebelumnya tidak optimal.

Perusahaan perlu memanfaatkan TI ketika: [1] sebagian besar proses operasionalnya (produksi, pemasaran, keuangan, dll) sudah bersifat repetitif; [2] kinerja perusahaan tidak dapat ditingkatkan lagi outputnya dengan penambahan input manusia; [3] marginal cost cenderung meningkat sementara marginal revenue tetap/flat

Keunggulan IT (yang berbasis komputer) sangat dirasakan ketika digunakan untuk mengerjaan tugas - tugas besar yang rutin dan berulang (repetitive). Dalam konteks ini IT mengisi kelemahan manusia khususnya pada keakurasian perhitungan, kecepatan proses, dan daya tahan (endurance). Pada proses manufaktur massal misalnya, penggunaan mesin untuk otomatisasi produksi sangat dirasa manfaatnya dalam menggantikan tenaga manusia yang lamban, serta seringkali terpengaruh oleh kondisi emosional. Sebaliknya, dengan IT, manusia cukup berperan sebagai pengendali saja.

Pada kondisi di mana ketika input tenaga kerja dinaikkan namun outputnya tidak meningkat proporsional dengan inputnya, maka dalam kondisi demikian pemanfaatan IT sangat relevan. Sebagai contoh, untuk proses sistem penagihan layanan telepon atau listrik. Jika sistemnya dilakukan secara manual, penambahan tenaga kerja tidak akan sebanding dan tetap tidak dapat melayani jumlah pelanggan yang sedemikian banyaknya. Dalam kondisi semacam ini pemanfaatan IT menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan.

Persaingan pasar dengan segala konsekuensinya seringkali menjadi pendorong utama untuk investasi IT. Dari analisis ekonomi, hal ini sebenarnya untuk mengantisipasi berhentinya laju pendapatan sementara penambahan biaya dari masa ke masa tidak dapat dielakkan. Jika hal ini dibiarkan maka perusahaan akan tutup, karena menanggung rugi. Dalam konteks ini, IT digunakan untuk menopang atau menjamin adanya kestabilan arus pendapatan sehingga dapat menutup semua biaya perusahaan. Atau dalam bahsa teknisnya, IT akan menjaga agar dari masa ke masa marginal revenue selalu lebih besar dari marginal cost. Sayangnya, pemahaman seperti ini belum banyak dimiliki oleh perusahaan, atau tidak menjadi pertimbangan utama ketika melakukan investasi IT.

Tidak semua perusahaan merasa perlu untuk melakukan perubahan mendasar atau menambah investasi IT. Hal ini bisa dipahami karena banyak perusahaan yang sukses operasinya tidak mengandalkan pada pemanfaatan secara optimal IT. Sebaliknya sektor usaha yang faktor kunci sukses-nya ditentukan sebagian besar oleh IT merasa perlu untuk selalu meninjau ulang strategi IT-nya sebagai bagian strategi perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, pada saat ini industri jasa keuangan: perbankan, asuransi, sekuritas; industri jasa penerbangan adalah dua contoh industri yang sangat tergantung pada IT. Kita bisa bayangkan bagaimana bank BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan bank – bank lain yang sudah punya layanan ATM di seluruh Indonesia bisa beroperasi dengan baik kalau infrastruktur sistem informasi-nya tergangu untuk waktu yang cukup lama, atau dapat pula dikatakan bahwa bagi industri perbankan, keberadaan IT sudah merupakan darah bagi kehidupannya.

Sebaliknya, kita juga harus melihat kenyataan bahwa sekalipun sudah besar dan berskala nasional, namun karena karakter bisnis maupun sifat produknya yang tidak banyak memerlukan keterlibatan IT, maka kelompok usaha semacam ini belum merasa perlu untuk berpikir ulang terhadap strategi pemanfaatan IT sebagai bagian dari strategi perusahaan. Perusahaan manufaktur padat karya semacam pabrik rokok, tekstil, dan properti merupakan contoh industri yang kurang kritis dalam memutuskan perlu tidaknya menetapkan strategi pemanfaatan IT. Bagi perusahaan kelompok ini, IT masih sering dianggap sebagai pelengkap (accessories) belum menjadi darah sebagai mana kelompok pertama di atas.

Di antara dua kelompok di atas, ada satu kelompok lagi yang mulai mengarah kepada pemanfaatan IT secara intensif, tidak saja digunakan untuk membantu sistem informasi manajemen, namun juga pada upaya efisiensi produksi dan operasional perusahaan. Pemanfaatan ERP dan aplikasi – aplikasi Real Time Production Information Systems yang digunakan untuk dan mengendalikan peralatan produksi di banyak perusahaan manufaktur menunjukkan adanya itikad meningkatkan efisiensi produksi.

No comments:

paper zone © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!