Sunday, January 18, 2009

Going Global; Lessons from Late Movers

Perusahaan yang berasal dari negara berkembang merasa diri mereka tidak mempunyai sumber daya yang cukup untuk bisa bersaing dengan perusahaan besar dari Amerika, Eropa, dan Jepang. Inferior mindset ini tumbuh karena mereka beranggapan bahwa modal yang paling penting untuk memenangkan persaingan adalah uang dan teknologi, sehingga mereka tidak mempunyai harapan untuk bisa memenangkan persaingan dengan perusahaan-perusahaan besar yang sudah mengusai pasar dunia. Karena hal tersebut jugalah yang menyebabkan banyak perusahaan terlambat memasuki pasar global. Namun masih ada beberapa perusahaan yang tetap optimis untuk memasuki pasar global dan akhirnya bisa bersaing dengan sukses meskipun negara asal perusahaan tersebut jauh dari pusat ekonomi global.

A Model of Success

Salah satu perusahaan yang sukses bersaing di pasar global adalah Ranbaxy, perusahaan farmasi asal India. Setelah memutuskan untuk memasuki pasar ekspor pada 1975, Ranbaxy terjebak pada value curve bisnis farmasi. Baru setelah tahun 1993, Ranbaxy merubah pendekatan internasionalisasinya secara mendasar. Parvinder Singh, chairman dan CEO Ranbaxy, menantang top manajemen untuk mengubah Ranbaxy menjadi ‘an international, research-based pharmaceutical company’. Sekali perusahaan merubah mind set, maka strategi yang terbentuk akan selalu mengarah pada kemajuan masa depan. Ranbaxy berubah menjadi bisnis dengan margin yang tinggi untuk menjual obat generik bermerek di pasar Rusia dan China. Perubahan ini menuntut dibangunnya hubungan dengan pelanggan yang baru, brand image yang kuat, dan channel distribusi yang berbeda. Kemudian Ranbaxy memasuki pasar Amerika dan Eropa , dimana perusahaan dihadapkan pada peraturan yang lebih keras. Tetapi dengan bertambahnya pengetahuan dalam memasuki pasar internasional dan pengalaman dalam mengembangkan sumber daya dan kemampuannya, Ranbaxy kini menjadi bisnis internasional yang menguntungkan. Kesuksesan ini sebagian berasal dari upaya secara konsisten untuk terus menginvestasikan 4-6% dari hasil penjualannya di R&D, sehingga akhirnya mereka memiliki laboratium kelas dunia yang memperkerjakan 250 scientists. Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah mengubah mind set yang beranggapan bahwa mereka tidak mampu bersaing di pasar global. Begitu mereka terbebas dari anggapan itu, mereka akan menemukan strategi bagaimana menjadi late mover yang mempunyai competitive advantage.

Breaking Out of the Marginal Mind-Set

Perusahaan dari negara berkembang bisa jatuh ke dalam beberapa perangkap, yang kita sebut liabilities of origin. Pertama, mereka merasa terkurung dengan standard lokal karena syarat teknikal dan desain norma yang berlaku di negara mereka berbeda dengan standard yang berlaku secara world class di luar. Yang kedua, meskipun produk dan service mereka menarik, namun karena letak mereka yang terpinggirkan, manajemen merasa tidak bisa menerima protensi perusahaannya untuk memasuki pasar global atau semakin merasa lemah karena keraguan mereka sendiri.

Push from home. Ada dua cara bagi perusahaan untuk push from home; pertama, momen tepat yang menstimulasi untuk memulai langkah pertama yang mengarah pada internasionalisasi. Ini secara khusus untuk kasus perusahaan yang dibutakan oleh kesuksesan pasar domestik dan gagal melihat bahwa negara asal mereka saat ini masih kekurangan. Hal ini serupa dengan yang dialami oleh Samsung, perusahaan elektronik asal Korea Selatan. Masalahnya adalah, sebagian besar manager Samsung tidak menerima anggapan negative konsumen dari luar karena produk Samsung diterima baik oleh pasar domestik mereka. Dan yang diperlukan oleh Samsung adalah melakukan serangkaian kegiatan yang pada akhirnya mengarah ke perubahan besar pada konsumen Samsung di pasar global. Langkah kedua untuk push from home adalah berani membuat lompatan atau perubahan. Lompatan ini bisa menjadi dramatis dan itu selalu beresiko. Seperti yang dilakukan oleh Termax, perusahaan dandang asal India. Termax membuat perubahan desain secara radikal untuk dandang mereka, yaitu dengan mengurangi sepertiga ukurannya. Produk ini sukses di pasar domestik namun tidak laku di jual di pasar luar negeri. Untuk sukses secara global, tidak hanya harus memenuhi standard teknikal internasional tertinggi, tetapi juga harus mengembangkan konsep desaing yang berbeda secara mendasar.

Pull from abroad. Yaitu dengan membangun management yang menjadi bagian dari internasionalisasi perusahaan. Natura, perusahaan kosmetik dengan sistem direct-selling asal Brazil. Meskipun Natura bisa mempertahankan pasar domestiknya dalam melawan perusahaan seperti Revlon, Estee Lauder, P&G, dan Shiseido, tetapi gagal dalam meningkatkan pengembangan produk dan kekuatan pemasarannya di luar – bahkan untuk negara-negara yang dekatnya seperti Argentina, Chile, dan Peru. Kesuksesan pasar domestik yang di raih Natura menyebabkan mereka enggan bersusah payah untuk berusaha meraih lebih luas pasar global mereka. Hal ini karena management mereka di luar tidak didukung dengan tenaga yang baik dan mereka terburu-buru merekrut tenaga dari luar yang akhirnya gagal satu per satu. Mereka tidak mempunyai kredibilitas yang diperlukan untuk menarik perhatian top management atau pengaruh yang diperlukan untuk mendapatkan sumber daya dan dukungan utama yang diperlukan untuk membangun bisnis di luar negeri.

Devising Strategy for Late Movers

Sekali perusahaan terbebas dari tarikan pasar domestiknya, tantangan besar selanjutnya adalah bagaimana memilih strategi dalam memasuki pasar global. Keuntungan menjadi late mover yaitu bisa membencmark dan menerapkan best pratice dari perusahaan yang sudah terlebih dulu sukses di pasar global dan kemudian bersaing untuk merebut pasar yang ada, atau mengambil niche market yang tidak digarap oleh perusahaan besar. Beberapa perusahaan mengambil langkah yang lebih beresiko yaitu dengan mengubah rule of game dan menantang perusahaan yang sudah ada.

Benchmark and sidestep. Perusahaan kecil yang belum pernah memasuki pasar global dan tidak mempunyai pengalaman tentang bersaing secara internasional merasa takut bahwa mereka akan merugi jika bersaing secara langsung dengan perusahaan besar yang mempunyai sumber daya yang besar dan pengalaman yang luas akan pasar global. Namun mereka bisa mempelajari bagaimana bersaing melawan pemain besar di pasar asing dengan mengadaptasi dan merespon saat perusahaan tersebut memasuki pasar dalam negeri. Hal inilah yang dilakukan oleh Jollibee, jaringan resto fast-food asal Philipine. Ketika McDonald masuk ke Manila pada tahun 1981, beberapa orang percaya bahwa jaringan Jollibee akan bisa bertahan. CEO Tony Tan Caktiong dan tim manajemennya memutuskan untuk menggunakan masuknya McDonald sebagai ajang training agar jaringan mereka yang masih baru bisa berkembang menjadi berkelas dunia. Manajemen Jollibee tidak hanya mengcopy apa yang ada di McDonald, tetapi mencari cara untuk melakukan inovasi. Kehadiran McDonald ke Philipine mengajarkan pada Jollibee bagaimana menjadi perusahaan yang bisa berkembang sampai ke luar negeri. Selanjutnya Jollibee bisa mengembangkan strategi untuk melakukan deferensiasi yang sesuai dengan negara tujuan, seperti mengembangkan niche produk nasi lemak yang di jual di Indonesia.

Confront and challenge. Kesuksesan Jollibee menjelaskan bagaimana late entrant bisa membenchmark dan mengadaptasi bisnis model kompetitornya. Strategi yang lebih radikal yaitu dengan mengenalkan model bisnis baru yang menantang rule persaingan industri yang sudah ada. Pendekatan ini bisa sangat efektive dalam industri yang sangat lekat dengan tradisi atau industri yang sudah terbagi dalam pasar oligopoli. Perusahaan yang melakukan strategi ini misalnya BRL Hardy, perusahaan pembuat anggur asal Australia. BRL Hardy menentang banyak perusahaan anggur yang telah mempunyai tradisi yang baik akan produksi anggur secara internasional, trading, dan juga distibution channel – meskipun faktanya Australi hanya memproduksi 2% dari total produksi anggur dunia. Hardy mencapai penjualan luar negeri sebesar $178 juta pada tahun 1998, dan hampir semua penjualan itu berasal dari branded product.

Learning How to Learn

Pasar global adalah pasar yang berlandaskan informasi dan knowledge. Untuk sukses di lingkungan ini, kita harus tahu how to learn, ini adalah central skill yang memperbolehkan perusahaan meningkatkan value curve-nya. Belum lagi setiap pembelajaran memerlukan biaya dan setiap perusahaan menghadapi resiko bahwa usaha untuk memperoleh capabilities mungkin menghabiskan banyak sumber daya vital dan ancaman akan bisnis domestik.

Protect the past. Aturan pertama bahwa perusahaan yang ingin belajar harus mengeksploitasi sumber daya dan kemampuannya secara menyeluruh yang bisa menghasilkan competitive advantage. Banyak perusahaan menjadi terlalu fokus melihat akan kemana mereka menuju tetapi lupa dari mana merek berasal. Seperti halnya yang di alami oleh Jollibee. Manager untuk divisi internasional masuk dalam perangkap untuk menemukan kembali bisnis perusahaan. Dengan secara terus-menerus menekankan perbedaan pasar internasional, dia sengaja mengisolasikan manager luar negerinya dari kesuksesan organisasi fast food di Philipine. Kemudian secara sistematik membedakan operating sistemnya, menu, iklan, tema, dan bahkan logo dan slogan perusahaan. Meskipun mempunyai antusianme dan energi, penjualan Jollibee internasional turun secara terus-menerus. Yang dilakukan oleh manager selanjutnya adalah menghancurkan gap antara organisasi domestik dan internasional. Kedekatan kerjasama antara parent company dan subsidiary yang ada di luar negeri merupakan pembelajaran dinamis yang harus berlansung selamanya.

Build the future. Kesuksesan memasuki pasar baru biasanya memerlukan lebih dari menjewer formula pasar domestik. Sering kali perusahaan kekurangan keahlian yang di perlukan untuk menyesuaikan produk atau strategi bagi lingkungan baru. Dan perusahaan yang berasal dari negara berkembang berusaha mencari jalan singkat dengan membuat partnership dengan perusahaan asing. Tetapi karena adanya perbedaan dan ketidakseimbangan kepentingan, perusahaan kecil yang berasal dari negara berkembang berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Situasi serupa yang dihadapi oleh VIP Industries, perusahaan penghasil tas kedua terbesar setelah Samsonite, asal India. Ketika memasuki pasar Inggris, VIP membentuk marketing partnership dengan distributor local yang berjanji memberikan akses pada retailer terbesar disana. Permasalahan bermula ketika distributornya memenangkan franchise di setiap toko Dabenham. VIP menginvestasikan banyak dananya untuk mentrainning staff yang akan ditempatkan di specialty department, dan untuk itu mereka diberi reward dengan 60% saham dari hasil penjualan tas Debenham. Dan ketika Samsonite menawarkan hal ekslusive atas model Oyster II kepada distributor VIP, agen lokal tersebut kesetiaannya berpindah. Setelah kejadian itu VIP menyadari bahwa kemampuan baru untuk bisnis internasional tidak bisa secara sederhana ditambahkan, mereka harus mengembangkan dan menginternalisasi.

Having the Right Stuff

Setiap leader dari perusahaan multinasional mempunyai keinginan yang kuat untuk meningkatkan value curve perusahaan. Leader seperti ini mempunyai dua karakteristik yaitu: pertama, mempunyai komitment yang telah mengakar bahwa mereka percaya perusahaan akan sukses di pasar internasional. Yang kedua, mempunyai keterbukaan pada ide baru, meskipun ide itu bertentangan dengan praktek yang sudah ada dan bertentangan dengan core capabilities perusahaan.

Dengan gelar PhD di bidang farmasi yang diperoleh dari University of Michigan, Parvinder Singh, pemilik Ranbaxy selalu menjadi scientist-entreprenuer. Singh memimpikan Ranbaxy menjadi perusahaan farmasi yang berskala internasional, dan menjadi perusahaan yang research-based. Dengan terus konsisten dalam mengembangkan bagian R&D, dia melidungi program yang akan mensupport pasar dan pencariannya akan obat baru atau sistem pengiriman obar dengan cara baru.

Kualitas kedua dari global leader – keterbukaan terhadap ide baru – yang secara jelas dan memaksa diterapkan oleh Dr. Peter Farrel, CEO ResMed. ResMed adalah perusahaan peralatan kesehatan yang berbasis di Australia, yang menspecialisasikan bisnisnya pada perawatan gangguan pernafasan yang dikenal dengan obstructive sleep apnea (OSA). Penerimaan Farrel terhadap ide baru menghasilkan perubahan yang dramatis di masa depan.

Monday, January 12, 2009

TEKNOLOGI INFORMASI SEBAGAI SOLUSI PERSAINGAN BISNIS TELEKOMUNIKASI

I. Pendahuluan

Sejalan dengan diterapkan era pasar bebas regional baik Asean Free Trade Area (AFTA) tahun 2003, Asia Pasific Economic Community (APEC) tahun 2010, maupun World Trade Organization (WTO) tahun 2020, maka seluruh sumber daya bisnis yang ada di Indonesia harus dapat mempersiapkan diri agar dapat berkompetisi secara bebas dan sehat. Proteksi bisnis tidak akan diperoleh secara langsung dari pemerintah, setiap pelaku bisnis dituntut agar dapat bersaing dan berkompetisi secara sehat dengan kompetitor dari negara lain untuk bersaing memperebutkan pasar regional. Bilamana pelaku bisnis domestik tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi secara sehat maka potensi pasar yang ada akan dengan mudah diambil alih oleh competitor dari negara lain.

Agar dapat berkompetisi secara sehat maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dan menjawab tantangan yang dihadapi. Peningkatan mutu produk dan layanan akan menjadi fokus utama guna meningkatkan kualitas kepuasan konsumen sebagai tolok ukur pencapaian keberhasilan bisnis. Selain itu peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan perusahaan akan meningkatkan laba disisi perusahaan serta pengurangan biaya yang akan membawa manfaat pada harga jual produk dan jasa yang lebih kompetitif.

II.Company Profile PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi (InfoComm) serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. PT Telkom menyediakan jasa telepon tidak bergerak kabel (fixed wire line), jasa telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), jasa telepon bergerak (cellular), data & internet, dan network & interkoneksi baik secara langsung maupun melalui perusahaan asosiasi.

Sampai dengan 31 Desember 2006 jumlah pelanggan Telkom sebanyak 48,5 juta pelanggan yang terdiri dari pelanggan telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8,7 juta, pelanggan telepon tidak bergerak nirkabel sejumlah 4,2 juta pelanggan dan 35,6 juta pelanggan jasa telepon bergerak. Pertumbuhan jumlah pelanggan Telkom di tahun 2006 sebanyak 30,73% telah mendorong kenaikan Pendapatan Usaha Telkom dalam tahun 2006 sebesar 23% dibanding tahun 2005.

Sejalan dengan visi Telkom untuk menjadi perusahaan InfoComm terkemuka di kawasan regional serta mewujudkan Telkom Goal 3010 maka berbagai upaya telah dilakukan Telkom untuk tetap unggul dan leading pada seluruh produk dan layanan.
Hasil upaya tersebut tercermin dari market share produk dan layanan yang unggul di antara para pemain telekomunikasi. Selama tahun 2006 Telkom telah menerima beberapa penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri, di antaranya The Best Value Creator, The Best of Performance Excellence Achievement, Asia’s Best Companies 2006 Award dari Majalah Finance Asia.

Saham Telkom per 31 Desember 2006 dimiliki oleh pemerintah Indonesia (51,19%) dan pemegang saham publik (48,81%), yang terdiri dari investor asing (45,54%) dan investor lokal (3,27%). Sementara itu harga saham Telkom di Bursa Efek Jakarta selama tahun 2006 telah meningkat sebesar 71,2% dari Rp 5.900,- menjadi Rp 10.100,-. Kapitalisasi pasar saham Telkom pada akhir 2006 sebesar USD 22,6 miliar. Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh Telkom, penguasaan pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya kinerja keuangan, serta potensi pertumbuhannya di masa mendatang, saat ini Telkom menjadi model korporasi terbaik Indonesia.

Visi & Misi

Visi : To become a leading InfoCom player in the region.
Telkom berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan InfoCom terkemuka di kawasan Asia Tenggara, Asia dan akan berlanjut ke kawasan Asia Pasifik.

Misi : Telkom mempunyai misi memberikan layanan " One Stop InfoCom Services with Excellent Quality and Competitive Price and To Be the Role Model as the Best Managed Indonesian Corporation " dengan jaminan bahwa pelanggan akan mendapatkan layanan terbaik, berupa kemudahan, produk dan jaringan berkualitas, dengan harga kompetitif.

Telkom akan mengelola bisnis melalui praktek-praktek terbaik dengan mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang unggul, penggunaan teknologi yang kompetitif, serta membangun kemitraan yang saling menguntungkan dan saling mendukung secara sinergis.

III. Persaingan Bisnis Telekomunikasi

Pembelian saham pemerintah oleh Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd dalam rangka divestasi PT Telekomunikasi Indonesia (TELKOM) adalah merupakan salah satu contoh nyata dari rencana pelaku pasar asing untuk meraih pasar dalam negeri di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan tidak dapat mengatur masuknya pelaku bisnis asing melalui akusisi perusahaan swasta nasional dalam bidang telekomunikasi agar dapat berkiprah dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia.

Perkembangan teknologi nirkabel (Wireless) serta berubahnya budaya masyarakat yang semakin bersifat dinamis (mobile) telah meningkatkan penggunaan telephone genggam (Mobile phone) hingga menyamai pemakai telephone tetap (Fixed Line) dan akan terus berkembang dimasa mendatang. Bisnis telekomunikasi nirkabel telah berubah dari layanan komunikasi alternative menjadi layanan komunikasi utama dan berkembang tidak saja untuk layanan suara (Voice) tetapi juga menjadi data (SMS, EMS, MMS, WAP dan GPRS).

Hal lain yang patut menjadi bahan pertimbangan adalah meningkatnya pemahaman konsumen atas kualitas layanan yang diberikan. Tuntutan konsumen atas peningkatan layanan mulai dari pendaftaraan pelanggan baru, instalasi, pemanfataan sehari-hari hingga pemeliharaan dan penanganan gangguan, telah menjadi tolok ukur penilaian kepuasan pelanggan atas layanan yang diberikan. Sejalan dengan hal itu kesadaran masyarakat baik pengguna pribadi maupun korporasi akan Service Level Guarantee telah menuntut penyedia jasa telekomunikasi untuk bertindak lebih professional dan proaktif terhadap kebutuhan konsumen.

Spektrum perkembangan bisnis dibidang telekomunikasi sebagaimana dijelaskan diatas harus menjadi masukan berharga bagi PT Telkom agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan, kualitas produk dan layanan serta efisiensi dan efektifitas manajemen guna meningkatkan nilai kompetisi perusahaan agar dapat bersaing secara sehat dengan competitor lain baik di pasar domestic maupun regional.

IV. Analisis

Dengan melihat perkembangan bisnis telekomunikasi di pasar bebas regional, maka dapat kiranya kita mengidentifikasi tantangan yang harus dihadapi oleh PT Telkom dalam mempertahankan existensinya untuk berkompetisi dipasar bebas. Beberapa tantangan dimaksud diantaranya adalah:
1. Regulasi pemerintah yang membuka peluang terbukanya pasar dengan hanya melakukan sedikit tindakan proteksi serta beberapa kebijakan yang telah memberikan kesempatan kepada masukanya pemain asing telah meningkatkan kompetisi dalam bisnis telekomunikasi di Indonesia.
2. Perkembangan teknologi sistem informasi telah mengakibatkan konvergensi media komunikasi dari yang hanya berbasis suara menjadi data dan memuat baik suara, gambar maupun data lainnya.
3. Peningkatan tuntutan dari pelanggan atas kualitas layanan telah meningkatkan nilai kompetisi dari pelaku bisnis telekomunikasi. Tuntutan peningkatan layanan oleh pelanggan dalam bentuk service, produk, pemenuhan kebutuhan, metoda kerja, dan informasi.
4. Model pengelolaan perusahaan yang birokratis akan menurunkan kinerja manajemen secara keseluruhan, tuntutan akan profesionalisme dalam pekerjaan haruslah dijadikan sebagai tantangan bagi seluruh karyawan Telkom guna mendukung peningkatan kinerja manajemen perusahaan.
5. Perkembangan teknologi yang sedemikian cepat juga telah menjadi tantangan tersendiri yang harus dapat dijawab oleh PT Telkom agar senantiasa dapat berkompetisi dengan pelaku bisnis telekomunikasi lainnya.;
6. Peningkatan kebutuhan akan jaringan komunikasi data oleh pihak swasta dan pemerintahan dalam pengembangan e-business dan e-government telah menambah tantangan yanga harus dijawab oleh PT Telkom agar dapat senantiasa memimpin di depan sebagai penyedia layanan telekomunikasi berskala internasional.

Seluruh tantangan sebagaimana dijelaskan diatas haruslah dijawab dengan sikap arif dan bijaksana serta dengan langkah-langkah proaktif secara terencana dan terarah guna memanfaatkan seluruh sumberdaya yang tersedia guna menjawab setiap tantangan yang akan dihadapi di pasar bebas regional.

4.1. Peranan Teknologi Informasi Bagi Bisnis Telekomunikasi

Bisnis dibidang telekomunikasi memiliki kaitan yang sangat erat dengan pemanfaatan teknologi informasi. Tidak saja berperan sebagai media operasi telekomunikasi tetapi juga menyangkut fungsi sebagai pendukung manajemen. Pelaku bisnis telekomunikasi akan sangat mengenal peranan teknologi informasi dalam rangka pengelolaan jaringan, sistem tagihan, persediaan, dan beragam aplikasi lain yang terkait dengan kegiatan operasi serta sistem keuangan, personalia dan beragam aplikasi lain yang terkait dengan kegiatan manajemen.

Sejalan dengan perkembangan sistem informasi yang berkaitan dengan manajemen, pada saat ini telah berkembang aplikasi bisnis yang terkait dengan manajemen perusahaan sebagai pengembangan dari sistem informasi manajemen sebagaimana telah dikenal sebelumnya. Aplikasi bisnis tersebut telah menjadi tren manajemen saat ini dan tidak saja dimanfaatkan oleh bisnis telekomunikasi melainkan juga oleh seluruh pelaku bisnis di dunia.

Aplikasi –aplikasi tersebut memiliki peran yang berbeda dengan dengan sasaran yang berbeda pula. Aplikasi sebagaimana dimaksud adalah:

1. Enterprise Resource Planning
Enterprise Resources Planning (ERP) adalah merupakan aplikasi terpadu yang memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengelolaan sumberdaya perusahaan yaitu keungan, sumber daya manusia, dan logistik. Ketiga sumberdaya tersebut akan membentuk sistem informasi back office bagi perusahaan dalam rangka mendukung kegiatan bisnis utama. ERP telah secara luas dimanfaatkan, dengan beragam solusi yang dibangun dan ditawarkan oleh vendor sistem informasi, hampir 70% perusahaan yang tergabung dalam Fortune 500 memanfaatkan ERP sebagai tulang punggung sistem informasi mereka.

2. Supply Chain Management
Supply Chain Management (SCM) adalah merupakan aplikasi terpadu yang memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengadaan barang dan jasa bagi perusahaan sekaligus mengelola hubungan diantara mitra untuk menjaga tingkat kesediaan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan secara optimal. SCM memiliki keterkaitan secara langsung dengan ERP terutama dari sisi Logistik Perusahaan, pembelian dan hutang serta manajemen mitra.

3. Customer Relationship Management
Customer Relationship Management (CRM) adalah merupakan aplikasi terpadu memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal hubungan kepada pelanggan dengan memiliki keterkaitan yang erat secara langsung dengan ERP terutama dari sisi penjualan, serta piutang. CRM lebih berfokus kepada upaya untuk memahami kebutuhan pelanggan agar dapat diberikan layanan secara cepat dan tepat.

4. Enterprise Application Integration
Pada saat implementasi suatu sistem informasi dilakukan seringkali akan ditemui masalah yang menyangkut integrasi dengan sistem yang telah ada, dimana sistem yang telah ada masih memiliki manfaat yang signifikan sehingga akan lebih efisien dan efektif bilamana sistem tersebut dipertahankan. Permasalahan lain menyangkut integrasi sistem informasi adalah meliputi integrasi beberapa sistem yang berbeda sebagai konsekuensi pemilihan aplikasi yang berbeda untuk setiap fungsi perusahaan sesuai dengan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing vendor. Sebagai contoh diantaranya adalah SAP untuk ERP, Siebel untuk CRM dan Baan untuk SCM. Biasanya solusi yang dipilih adalah menggunakan interfacing dengan menggunakan API, tetapi hal ini tidak dapat diandalkan terutama untuk permasalahan sistem yang sangat kompleks. Untuk itu dibutuhkan solusi aplikasi yang mampu untuk mengintegrasikan seluruh sumberdaya sistem informasi yang berbeda platform. Solusi tersebut dikenal dengan istilah Enterprise Application Integration (EAI).

Keempat aplikasi sebagaimana dijelaskan diatas akan menjadi tulang punggung sistem informasi manajemen perusahaan yang teritegrasi dengan kegiatan operasional perusahaan seperti Billing system, Network Maintenance System dan beragam aplikasi operasional lainnya. Aplikasi terakhir selain keempat aplikasi bisnis sebagaimana dimaksud diatas adalah Decision Support Sistem (DSS), sebagai muara dari keseluruh sistem yang bertujuan untuk memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen perusahaan dalam rangka pengambilan keputusan. DSS akan menjadi aplikasi terminasi dari alur informasi yang terjadi mulai dari transaksi hingga pengambilan keputusan ditingkat manajemen puncak perusahaan.

Selain aplikasi sebagaimana dijelaskan diatas dan sejalan dengan perkembangan internet, aplikasi bisnis perusahaan berkembang dengan memanfaatkan sumberdaya informasi yang tersedia di internet dengan membangun aplikasi yang dikenal dengan istilah e-Commerce dan e-Business. Perkembangan aplikasi e-business telah menghasilkan aplikasi-aplikasi baru yang secara intensif memanfaatkan sumberdaya internet sebagai media bagi perusahaan untuk melaksanakan transaksi bisnis beberapa aplikasi diantaranya e-Procurement, e-Payment, e-Document dan aplikasi pendukung seperti halnya Public Key Infrastruktur telah menjadikan internet sebagai suatu pasar baru yang hampir tanpa batas.

Manfaat apa yang sebenarnya ingin dicapai dengan pemanfaatan teknologi informasi? Tujuan utama yang ingin dicapai melalui pemanfaatan teknologi dan sistem informasi diantaranya adalah :
1. Peningkatan kualitas produk dan layanan
2. Mempercepat dan mengefektifkan proses bisnis perusahaan
3. Meningkatkan efisiensi;
4. Meningkatkan produktifitas dan kualitas SDM

Dalam arti sebenarnya sasaran yang ingin dicapai melalui implementasi teknologi dan Sistem Informasi adalah guna menjawab tantangan yang dihadapi oleh perusahaan terutama dalam rangka menghadapi era pasar bebas yaitu: kepuasan konsumen, Good Corporate Governance, peningkatan bisnis, kemitraan, sumber daya manusia, dan optimalisasi proses bisnis.

Guna mencapai sasaran yang ingin dituju, dibutuhkan suatu sistem informasi yang memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut : reliability, availability, transparancy, accuracy, scalability, optimalisasi, reusability, flexibility, interoperability, integrasi, field proven, best practise, knowledge enhancement, dan competency match. Seluruh criteria sebagaimana dijelaskan diatas akan menjadi tolok ukur penilaian apakah suatu aplikasi dapat memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan oleh pihak manajemen perusahaan.

4.2. Strategi Pengembangan IT dalam Mendukung Bisnis Telekomunikasi

Dalam mengembangkan teknologi dan sistem informasi guna mendukung bisnis telekomunikasi, dibutuhkan strategi terbaik guna mengarahkan, merencanakan, mengembangkan dan mengimplementasikan solusi sistem informasi terbaik yang diharapkan dapat mendukung manajemen perusahaan dengan hasil yang memuaskan. Guna menyusun suatu strategi yang tepat maka perlu dibangun kerangka berfikir secara sistematis untuk memudahkan bagi setiap pihak yang terkait dengan pengembangan sistem informasi agar memiliki kesamaan visi dan gerak langkah dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Teknologi dan sistem Informasi dalam mendukung bisnis telekomunikasi. Strategi pengembangan disusun dalam suatu kerangka yang sistematis dengan urutan sebagai berikut :
1. Menyusun suatu kerangka konseptual pengembangan sistem informasi;
Didalam kerangka konseptual akan disusun landasan kerangka pemikiran mengenai pengembangan sistem informasi dan akan meliputi kerangka : kepemimpinan, regulasi, SDM, infrastruktur, infostruktur, arsitektur dan integrasi aplikasi, manajemen proses bisnis, manajemen sistem informasi, unit pelaksana teknis, simpul integrasi informasi, dan e-business.
2. Membangun suatu cetak biru sistem informasi;
Bilamana kerangka konseptual telah tersusun maka tahapan selanjutnya adalah menyusun cetak biru pengembangan sistem informasi. Cetak biru ini akan memuat penjabaran teknis atas kerangka konseptual dan menjadi acuan teknis utama dalam mengembangkan sistem informasi bagi manajemen perusahaan. Cetak biru akan disusun mengikuti alur kerangka konseptual yang telah disusun sebelumnya.
3. Menyusun solusi pentahapan;
Tahapan selanjutnya setelah penyusunan Cetak biru adalah menyusun solusi pentahapan dimana disusun langkah-langkah pengembangan yang terdiri atas: Mapping Kondisi Existing, Penetapan Kebutuhan, Pemilihan Solusi, dan Penyusunan Rencana Implementasi.
4. Implementasi sistem informasi;
Kegiatan Implementasi akan terdiri atas pengembangan, pengujian, instalasi, operasi, dan pemeliharaan. Sistem informasi yang telah ditetapkan sebagai solusi yang akan di ambil.

Keempat tahapan tersebut akan menentukan keberhasilan dalam pengembangan Teknologi dan Sistem Informasi bagi bisnis perusahaan. Perlu untuk disampaikan bahwa dalam menetapkan strategi implementasi sistem informasi pada manajemen perusahaan, perlu dijadikan bahan pertimbangan hal-hal sebagai berikut :

a. Manajemen perubahan perlu untuk diterapkan mengingat bahwa penerapan suatu sistem yang baru akan mengubah proses bisnis yang selama ini berjalan. Faktor sumberdaya manusia akan menentukan keberhasilan implementasi sistem informasi;
b. Fokus utama yang harus dikembangkan terlebih dahulu adalah back office perusahaan, dalam hal ini ERP harus dikembangkan terlebih dahulu dibandingkan SCM dan CRM.
c. Integrasi sistem informasi akan menjadi perhatian yang sangat penting, hal ini guna mencegah pengembangan sistem yang tidak terarah, sendiri-sendiri dan mengakibatkan pulau-pulau informasi yang pada ujungnya akan berakibat kepada kegagalan pengembangan sistem informasi itu sendiri.

Sejalan dengan perkembangan e-commerce dan e-business saat ini maka pemanfaatan sumberdaya internet diharapkan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk berkompetisi sekaligus meningkatkan efisiensi dan efektifitas menajemen perusahaan. Salah satu aplikasi yang terkait dengan e-business diantaranya adalah aplikasi e-marketplace.

Aplikasi e-marketplace dengan beragam modul aplikasi yang ada didalamnya termasuk e-auction, e-biding, e-directory, e-payment, dan beragam aplikasi lainnya akan membuka sistem procurement yang selama ini berjalan agar menjadi lebih transparan, cepat dan tepat sasaran. Implementasi e-marketplace diharapkan mampu untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi perusahaan dan dapat diperoleh secara cepat, tepat, efektif dan efisien. Penerapan aplikasi e-Marketplace akan menjadi lebih efektif bilamana terintegrasi dengan aplikasi SCM yang dimiliki oleh perusahaan.

Dengan penerapan e-marketplace tujuan utama yang ingin dicapai adalah agar Telkom dapat memperoleh barang dan jasa dengan harga yang murah tetapi dengan jaminan kualitas terbaik dan dilakukan dengan proses pengadaan yang transparan. Dengan harga barang pendukung kegiatan operasi yang murah, diharapkan Telkom dapat meningkatkan sisi kualitas pelayanan atau menurunkan tariff telekomunikasi sebagai manfaat langsung dari penurunan harga pokok produksi jasa telkomunikasi.

Aplikasi lain yang dapat dimanfaatkan adalah dengan memanfaatkan CRM untuk membangun hubungan secara online dengan pelanggan dalam bentuk myTelkom web site pribadi pelanggan, e-Complain untuk keluhan pelanggan, e-billing untuk penagihan dan beragam aplikasi lain yang dapat diterapkan disisi CRM dalam konteks sistem informasi bisnis perusahaan. Manfaat yang ingin dirasakan melalui penerapan CRM berbasis online diantaranya adalah adanya kemampuan Telkom untuk dapat memahami kebutuhan setiap pelanggan baik yang bersifat pribadi maupun korporasi sehingga diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan melalui penetapan prioritas layanan yang berbeda untuk setiap pelanggan.

V. Kesimpulan

Berdasarkan kepada pemaparan diatas tergambarkan nilai strategis yang dimiliki oleh teknologi dan sistem informasi guna mendukung kemampuan PT Telkom agar mampu untuk bersaing dalam pasar yang kompetitif. Fokus utama yang patut menjadi perhatian adalah bahwa dengan memanfaatkan teknologi informasi diharapkan:
1. Akan meningkatkan kualitas produk dan layanan yang diberikan oleh PT Telkom khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sarana telekomunikasi baik berupa suara maupun data;
2. Meningkatkan pemahaman atas kebutuhan konsumen sehingga dapat diperoleh gambaran profil konsumen secara umum agar dapat ditentukan sasaran yang menjadi prioritas dalam pengembangan infrastruktur jaringan dan jenis layanan yang diberikan;
3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja manajemen secara menyeluruh.

Ketiga hal tersebut mencerminkan peran strategis yang dimiliki oleh teknologi informasi terutama dalam rangka memanfaatkan aplikasi bisnis berupa :
- Enterprise Apllication Planning
- Supply Chain Management
- Customer Relationship Management
- Enterprise Application Integration
Sehingga akan memberikan manfaat guna mencapai tiga hal utama yang menjadi fokus utama dalam pengembangan sistem informasi manajemen.




Referensi:

www.telkom.co.id. 26 Desember 2008.

Tony Seno Hartono, “MEMENANGKAN PERSAINGAN BISNIS DENGAN BUSINESS INTELEGENT YANG UNGGUL". http://tonyseno.blogspot.com/2008/12/memenangkan-persaingan-bisnis-dengan.html. 12 Desember 2009.

WIEd, "PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM MEWUJUDKAN KEUNGGULAN BERSAING PERUSAHAAN". http://cireks.blogspot.com/2008/08/pemanfaatan-teknologi-informasi-dan.html. 12 Desember 2009

Saturday, January 10, 2009

PT BENTOEL PRIMA, INTEGRASI BISNIS DENGAN BE ONE

PT Bentoel Prima adalah salah satu subsidiary Bentoel Group, yang merupakan salah satu perusahaan rokok tekemuka di Indonesia. Pada tahun 2007/2008 penjualan rokoknya mencapai 18,5 miliar batang. Pencapaian ini berkat adanya dukungan yang kuat dari bagian IT.

Kebutuhan akan informasi yang dapat tersedia secara real time untuk mendukung performa bisnis di PT Bentoel Prima, menuntut bagian IT untuk dapat menciptakan suatu sistem yang unggul. Dan atas dasar itu, sejak tahun 2004, team IT Bentoel mulai membangun sistem yang disebut Be One. Be One dimaksudkan untuk dapat berperan sebagai integrating agent, change agent, dan accelerator. Selanjutnya, dengan tersedianya informasi secara real time online, direksi bisa menentukan langkah taktis untuk meningkatkan performa perusahaan.

Pada tahun 2007, PT Bentoel Prima mempekerjakan 42 orang karyawan di bagian IT. Dengan total penjualan Rp 4,58 miliar dan laba bersih Rp 242,9 miliar, Bentoel mengalokasikan 12,35% profitnya untuk belanja IT. Dengan pengeluaran sebesar itu, usaha yang dilakukan Bentoel tidak sia-sia. Terbukti, pengembangan IT di Bentoel telah diakui dengan diterimanya penghargaan Company Award yang diselenggarakan oleh majalah Warta Ekonomi selama dua tahun berturut-turut yaitu tahun 2007 dan 2008.

Ada pun rogram-program yang dibuat melalui sistem Be One adalah:
- Be One Portal: menyediakan fitur knowledge management dan knowledge sharing yang bisa dinikmati oleh seluruh karyawan. Bagian ini telah dirintis tiga tahun sebelumnya dengan mengivestasikan dana sebesar 100 miliar. Dengan sistem ini diharapkan semua kegiatan menyangkut tiap bagian kerja Bentoel Grup dapat terakses melalui Be One Portal.
- Be One Strategy Room ( Be One Star): merupakan ruang yang dilengkapi dengan peralatan terkini dan canggih. Di ruang ini, manajemen menyiapkan informasi dari berbagai sumber data berkaitan dengan bisnis internal, informasi ekonomi makro hingga data bisnis dari berbagai sektor. Be One Portal dan Be One Star secara resmi diluncurkan pada tanggal 8 Agustus 2008. Dengan diluncurkanya dua program tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan peningkatan kinerja Bentoel Group. Sistem ini juga memungkinkan seluruh karyawan dapat menerima akses informasi yang sama dalam waktu bersamaan sekaligus. Bahkan jika ada meeting atau melakukan pembahasan tinggal pakai personal digital assitant (PDA) yang bersifat mobile.
- Be One Mobile Sales Force: untuk menciptakan inovasi cara interaksi secara langsung antara perusahaan dan pelanggan, seperti menerima komplain konsumen lewat SMS dan mengetahui posisi si pelapor.
- Be One Mobile Officer dan Be One Mobile Sales Manager: meningkatkan produktivitas, performa penjualan, mengontrol distribusi, menganalisis aktivitas, hingga mengetahui informasi pesaing. Peningkatan produktivitas salesman diraih dengan mengurangi tugas administrasi rutin. Perusahaan membekali sekitar 1000 tenaga penjualannya dengan PDA demi membantu proses pengiriman data penjualan per hari. Data ini selanjutnya diolah memalui sistem ERP perusahaan dan dengan sistem ini memungkinkan manajemen puncak dapat mengetahui hasil penjualan secara nasional setiap pukul 19.00.
- Be One Enterprise: untuk membuat alur kerja yang transparan dalam proses pembayaran, pemeliharaan pabrik, dan manajemen kualitas. Salah satunya yaitu Tobacco & Clove Direct Purchasing System, yang membuat inventory perusahaan turun dari 3-5 minggu pada tahun 2005 menjadi 2-3 saja. Sistem ini juga mengurangi terjadinya out of stock.
- Be One Intellegence and War Map: untuk memenangkan persaingan dan menganalisis performa perusahaan. Dengan Be One Intellegence and War Map, key sales indikator meningkat.

Sumber:
Majalah Warta Ekonomi, edisi September 2008. Be One: 100% Integrated.
www.detiksurabaya.com, 8 Agustus 2008. Pantau Persaingan Pasar, Bentoel Perkuat Divisi IT.
www.malangraya.com, 18 September 2008. Consumer Goods Bentoel Terbaik
paper zone © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!